Tugas Mandiri Dosen Pembimbing
Kewarganegaraan Dra. Sakila M. Pd
Pendidikan Kewarganegaraan
Merupakan WahanPembentukan
Karakter Bangsa
Di
Susun Oleh:
Devi
Lestari
NIM : 11018202519
PROGRAM STUDI PGMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN
SYARIF KASIM
PEKANBARU
RIAU
2011
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrohmaanirrahim
Assalamu’alaikum
wr wb.
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah SWT, makalah ini dapat disusun dengan baik untuk
keperluan mata kuliah. Tanpa ridha dan kasih sayang serta petunjuk dariNYA
mustahil makalah ini dapat disusun.
Makalah ini disusun berdasarkan
penuntun-penuntun buku yang telah ada sebelumnya dan merupakan tugas mata
kuliah kewarganegaraan
Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, baik dari segi isi,
sistematika penulisan, maupun dalam pembahasannya, oleh karna itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari dosen pembimbing , teman-teman seperjuangan, dan para
pembaca lainnya demi kesempurnaan makalah ini untuk yang akan datang Dan dengan
disusunnya makalah ini diharapkan dapat mempermudah kita dalam mempelajari mata
kuliah Kewarganegaraan
Pada kesempatan ini, kami
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, dan teman-teman sejawat yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Pekanbaru, mei
2011
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ………………………………………………..
DAFTAR
ISI ………………………………………………………….
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang ………………………………………………
B.
Tujuan…………………………………………………………
C.
Rumusan
Masalah ……………………………………………
PEMBAHASAN
A.
Makna
pendidikan ………………………………………… …
B.
Tujuan
Pendidikan ……………………………………………
C.
Pendidikan
kewarganegaraan merupakan wahana pembentukan karakter bangsa …………………………..
PENUTUP
…………………………………………………………...
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan
Kewarganegaraan dalam pengertian sebagai citizenship education, secara
substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warga negara yang cerdas
dan bermoral baik. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tiga status. Pertama,
sebagai mata pelajaran di sekolah dan mata kuliah di perguruan tinggi. Kedua,
sebagai program pendidikan politik. Ketiga sebagai kerangka konseptual yang
dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan
kewarganegaraan.
Sebagai mata pelajaran di sekolah, pendidikan kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pengalaman tersebut di atas menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 1975, di Indonesia kelihatannya terdapat kerancuan dan ketidakajegan dalam konseptualisasi civics.
Sebagai mata pelajaran di sekolah, pendidikan kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pengalaman tersebut di atas menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 1975, di Indonesia kelihatannya terdapat kerancuan dan ketidakajegan dalam konseptualisasi civics.
Dalam
Kurikulum 1975 disebutkan sebagai Pendidikan Kewargaan Negara (PKN), kemudian
pada tahun 1984 diperkenalkan materi pelajaran Pendidikan Moral Pancasila yang
berisikan materi dan pengalaman belajar tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4) atau “Eka Prasetia Pancakarsa.” Pada tahun 1994
diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
yang berisikan materi dan pengalaman belajar yang diorganisasikan secara
spiral/artikulatif atas dadsar butir-butir nilai yang secara konseptual
terkandung dalam Pancasila. Di era Kurikulum tahun 2004 yang dikenal dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang materi dan pengalaman belajar mencakup dimensi politik,
hukum, dan moral, yang mengarah pada pembentukan watak/karakter
kewarganegaraan. Sedangkan di era reformasi Pendidikan
Konsep
pendidikan kewarganegaraan sebagai citizenchip education, yang seharusnya
mengarah pada pembentukan karakter (character building) terabaikan. Dalam
pembelajaran guru cenderung memihak pada tuntutan formal kurikuler dan kurang
memperhatikan pengembangan pendidikan kewarganegaraan. Pembelajaran sosial
nilai-nilai Pancasila cenderung berubah peran dan fungsinya menjadi proses
indoktrinasi ideologi.
B. Tujuan
Tujuan
dari pendidikan kewarganegaraan untuk membentuk karakter bangsa
yang lebih baru, lebih kuat, lebih pluralis. inilah kesempatan kita untuk
membangun bangsa yang lebih unggul, bangsa yang kuat bangsa yang berkarakter .
C.
Rumusan Masalah
1. Makna
pendidikan
2. Tujuan
pendidikan
3. Pendidikan
kewarganegaraan sebagai wahana pembentukan bangsa
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Makna Pendidikan
Banyak kalangan memberikan makna tentang pendidikan sangat beragam,
bahkan sesuai dengan pandangannya masing-masing. Azyumardi Azra dalam buku
"Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi",
memberikan pengertian tentang "pendidikan" adalah merupakan suatu
proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan
kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Bahkan ia
menegaskan, bahwa pendidikan lebih sekedar pengajaran, artinya, bahwa
pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan
mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan satu di antara
tradisi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yakni citizenship tranmission. Saat ini citizenship tranmission telah berkembang menjadi tiga
aspek pendidikan Kewarganegaraan (citizenship education),
yakni aspek akademis, aspek kurikuler, dan aspek sosial budaya (Winataputra,
2004). Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang kajian yang
menghubungkan berbagai dimensi ilmu seperti psikologi, sosial budaya,
ilmu politik dan ilmu pendidikan yang relevan. Hal ini berimplikasi terhadap
proses pendidikan bagi warga negara Indonesia dalam konteks sistem pendidikan
nasional.
Pendidikan
kewarganegaraan adalah:
1. bidang kajian yang ditopang oleh
berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan yang relevan, seperti: ilmu politik,
hukum, sosiologi, antropologi, psikologi, filsafat dan agama yang
digunakan sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses
pengembangan konsep, nilai, dan perilaku demokrasi warga negara.
2. kemampuan dasar yang akan dicapai
adalah kemampuan intelektual dan sosial (berpikir, bersikap,
bertindak, serta berpartisipasi dalam hidup bermasyarakat);
3. sebagai upaya pengembangan daya
nalar (state of mind);
4. pendekatan pembelajaran yang
digunakan lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekankan pada pelatihan
penggunaan logika,penalaran, perenungan, pengalaman kehidupan, dan pembentukan
karakter;
5. sebagai pembangunan karakter bangsa
yakni proses pengembangan warganegara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi (civic
intelligence), tanggung jawab (civic respon- sibility), dan
partisipasi (civic participation); dan
6. laboratorium pembentukan watak,
untuk memperoleh pemahaman, sikap, dan perilaku yang berkarakter.
Di samping itu, pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan
selain menempa fisik, mental dan moral bagi individu-individu, agar mereka
menjadi manusia yang berbudaya, sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya
sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam sebagai makhluk yang
sempurna dan terpilih sebagai khalifahNya di muka bumi ini yang sekaligus
menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara.
B. Tujuan pendidikan
hakikat dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dalam mendidik warga
negara yang baik, yang mencakup:
(1) peka terhadap
informasi baru yang dijadikan pengetahuan dalam kehidupannya
(2) terampil dalam menyerap
informasi
(3) mampu
mengorganisasi dan menggunakan informasi
(4) mampu membina pola hubungan
interpersonal dan partisipasi social
(5) dapat
menjadi warga negara yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai karakter
bangsa.
C. Pendidikan kewarganegaraan sebagai
wahana pembentukan karakter bangsa
Paradigma pendidikan pada dewasa
ini secara umum menekankan pada kompetensi (kemampuan) yang harus dimiliki oleh
peserta didik pada suatu jenjang pendidikan, mencakup pengetahuan,
keterampilan, dan penghayatan nilai-nilai. Intelektualitas dianggap faktor utama
yang akan membawa orang pada kesuksesan dalam kehidupan. Hal dibantah oleh
Goleman dalam Turmudhi (2003) menyebutkan bahwa kepribadian/karakter yang jauh
lebih besar peranannya dibanding kemampuan intelektual dalam mengantarkan
kejayaan suatu bangsa .Goleman menunjukkan betapa banyak orang yang secara
intelektual tergolong pintar , tetapi gagal dalam kehidupannya. Kemampuan
intelektualnya tidak didukung dengan kepribadian atau karakter yang baik,
mengakibatkan timbulnya orang pintar yang jahat. Kemampuan intelektualnya
digunakan untuk membodohi orang lain, sehingga muncul sikap-sikap berbuat
curang, menipu, berbohong, berkhianat, bertindak korup dan sebagainya. Tak bisa
dipungkiri kondisi bangsa Indonesia yang dilanda krisis multi dimensional,
antara lain bersumber dari orang yang memiliki kemampuan intelektual tinggi
tetapi memiliki kepribadian yang baik, sehingga menghasilkan
moralitas-spiritualitas bangsa yang rendah.
Pengasahan kemampuan manusiawi (human capability) dalam pendidikan perlu memprioritaskan pencerdasan spiritual sebagai yang utama, yang kedua pencerdasan emosionalitas, dan yang ketiga pencerdasan intelektual (Turmudhi: 2003). Sebagai wahana pembentukan karakter bangsa maka dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan perlu adanya perubahan paradigma. Orientasi kita yang lebih memprioritaskan ranah pengetahuan (kognitif), kita balik dengan lebih berorientasi pada ranah sikap (afektif) dan penerapan tingkah laku (psikomotor).
Proses pembentukan karakter bukan semudah membalik telapak tangan tetapi melalui proses yang meliputi pemberian informasi, penanaman kepribadian, dan pembiasaan (Munif Chatif:2008). Dalam kaitan ini pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan perlu menampilkan contoh-contoh kepribadian yang baik pada akhirnya peserta didik akan meniru, dan menjadi suatu keyakinan dalam pola hidup, kemudian menjadi suatu kebiasaan dalam sikap dan tingkah laku.
Berdasarkan konsep tersebut perlu adanya pola pikir baru yang diterapkan dalam pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan antara lain : misi pembentukan karakter peserta didik harus dijadikan dasar dan semangat dari setiap kebijakan, peraturan, program, maupun perillaku keseharian institusi sekolah, guru harus menjadi contoh teladan bagi pengembangan moralitas-spiritualitas di lingkungan sekolah, mata pelajaran harus didesain sedemikian rupa sehingga bermuatan pencerdasan spiritual, emosional, dan intelektual sekaligus, sekolah harus menjadi tempat pergaulan sosial yang nyata untuk membiasakan atau membudayakan nilai-nilai spiritual, emosional dan intelektual. Sikap dan perilaku serta hubungan antara guru, murid, dan karyawan mencerminkan spiritualitas-emosionalitas-intelektualitas semua sivitas akademika sekolah.
Pembentukan karakter dalam Pendidikan Kewarganegaraan bersumber pada lima pilar karakter luhur bangsa Indonesia yang mencakup unsur transendensi (Ketuhanan Yang Maha Esa), humanisasi (kemanusiaan yang adil dan beradab), kebinekaan (persatuan), demokratisasi (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan), keadilan (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Keberhasilan
suatu bangsa untuk mencapai kemajuan tidak semata ditentukan oleh kemampuan
intelektual, unsur karakter, kepribadian jauh lebih penting karena akan
menentukan moralitas bangsa. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran yang
signifikan dalam pembentukan karakter bangsa, sehingga perlu mengubah paradigma
dalam pembelajaran dengan memprioritaskan ranah afektif, psikomotor, kemudian
kognitif
Saran
Pembangunan
karakter bangsa tergantung pada bangsa itu sendiri. Bila bangsa itu mau
memberikan perhatian yang cukup untuk membangun karakter maka akan tercipta
bangsa yang berkarakter. Demikian dalam dunia pendidikan , kata kunci dari
pembangunan karakter peserta didik adalah perubahan dari kalangan pendidikan
sendiri. Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa jika bangsa itu tidak
mau merubahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Yudi
Suparyanto, dkk.(2006). Pendidikan
Kewarganegaraan.cempaka Putih: klaten.
WinataPutra. (2007). Materi dan Pembelajaran PKn SD.
Universitas Terbuka: Jakarta.
Agus taufik. (2007). Pendidikan Anak Di SD. Universitas terbuka: Jakarta.
www.google.com
No comments:
Post a Comment