SALAM

Assalamualaikum SELAMATDATANG DI BLOG DEVI LESTARI

Sunday, October 21, 2018

MUHASABAH DIRI

aku hidup untuk apa ?
aku hidup untuk Siapa ?

sengaja tidak mempergunakan kata "kami". menggunakan kata "Aku" sang pembaca diharapkan memikirkan dirinya sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan itu

Aku hidup untuk apa ?
aku hidup untuk menjadi manusia yang mulia di hadapan Allah SWT. sebagaimana hadist yang "Sesungguhnya manusia itu di ciptakan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia"

selayaknya sebagai insan manusia yang telah di berikan rahmat dan rezki oleh Allah SWT kita tahu kematian itu amat dekat. dekat sekali, sangking dekatnya manusia melupakan dan berperilaku selayaknya dia akan hidup selamanya.

aku hidup untuk siapa ?
jika pertanya ini di lontarkan jawabannya akan sama terdengar "Allah SWT".
namun realitanya adalah bertolak belakang. kita berkata benar tetapi tidak mengamalkannya. sesungguhnya orang yang seperti orang yang tidak boleh di contoh. sejatinya siapapun itu yang membaca ini renungkanlah bahwa amal yang baik bukan hanya di mulut saja tapi perbuatan harus di iringin.

nah, kisah ini saya ceritakan dengan maksud untuk memuhasabah diri kita masing-masing

kisah seorang raja dan seorang pedangang yang hampir bangkrut.
pedagang yang hampir bangkrut ini seorang yang taat beribadah. namun, ia diberi ujian oleh Allah SWT. barang dagangannya bangkrut. setiap malam si pedangan berdo'a kepada Allah SWT dan bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW. tibalah di suatu malam beliau bermimpi
keesokan paginya si pedangan menemui sang raja.
"hi pedagang, ada hal apa engkau kesini?" tanya sang raja
pegangan menjawab "maaf raja engkau ada hutang kepadaku, aku ingin hutang itu di bayar"
sang raja terdiam sejenak dan bertanya lagi 
"hutang apa saya kepada engkau ?" 

semalam saya bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. bahwa sanya engkau (raja) malam tadi tidak bersholawat kepadanya.

sang raja kaget membeikan sekantong uang kepada pedanganng tersebut.
perkataan sang pedangang tadi di ulang terus dan setiap kali di ulang sang raja memberikan pedangang itu sekantong uang. kemudian pasya bertanya kepada pedangang "bukankah sudah lebih cukup membayar hutang yang engkau maksud tuan"
 
sang pedangan pergi dari hadapan raja. pasya melihat raja dengan penuh tanya
raja berkata " wahai pasya, sesungguhnya akan ku berikan harta, tahta atau kerajaan ini jika pedangan tersebut menginginkannya.  malam tadi saya memiliki perkerjaan yang amat banyak sampai larut malam. sehingga aku lupa bersholawat seperti biasa yang aku lakukan setiap hari. 

dari kisah di atas, bahwa betapa benar sangn raja. harta, tahta di kehidupan ini hanya sementara. haruskah kita terlena dengan kemewahan dunia ini sehingga kita lupa apa yang harus kita lakukan yakni beribadah kepada Allah ta'ala. _

Monday, October 15, 2018

Makalah Pengertian Puasa


PENGERTIAN PUASA
Puasa secara bahasa berarti menahan diri (al imsak) dari sesuatu. Hal ini masih bersifat umum, baik menahan diri dari makan dan minum atau berbicara. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman tentang Maryam,
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا
Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah” (QS. Maryam: 26). Yang dimaksud berpuasa yang dilakukan oleh Maryam adalah menahan diri dari berbicara sebagaimana disebutkan dalam lanjutan ayat,
فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (QS. Maryam: 26).
Sedangkan secara istilah, puasa adalah:
إمساك مخصوص من شخص مخصوص في وقت مخصوص بشرائط
“Menahan hal tertentu yang dilakukan oleh orang tertentu pada waktu tertentu dengan memenuhi syarat tertentu.” (Lihat Kifayatul Akhyar, hal. 248).
Dalil Kewajiban Puasa
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183). Kata ‘kutiba’ dalam ayat ini berarti diwajibkan.
Yang diwajibkan secara khusus adalah puasa Ramadhan. Allah Ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185). Al Qur’an dalam ayat ini diterangkan sebagai petunjuk bagi manusia menuju jalan kebenaran. Al Qur’an itu sendiri adalah sebagai petunjuk. Al Qur’an juga petunjuk yang jelas dan sebagai pembimbing untuk membedakan yang halal dan haram. Al Qur’an pun disebut Al Furqon, yaitu pembeda antara yang benar dan yang batil. Siapa yang menyaksikan hilal atau mendapatkan bukti adanya hilal ketika ia dalam keadaan mukim (tidak bersafar), maka hendaklah ia berpuasa.
Dari hadits shahih, dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima perkara: (1) bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) haji, (5) puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).
Begitu pula yang mendukungnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada seorang Arab Badui. Dari Tholhah bin ‘Ubaidillah bahwa orang Arab Badui pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia pun bertanya,
أَخْبِرْنِى بِمَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَىَّ مِنَ الصِّيَامِ قَالَ « شَهْرَ رَمَضَانَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا »
Kabarkanlah padaku mengenai puasa yang Allah wajibkan.” Rasul menjawab, “Yang wajib adalah puasa Ramadhan. Terserah setelah itu engkau mau menambah puasa sunnah lainnya.” (HR. Bukhari no. 1891 dan Muslim no. 11).
Bahkan ada dukungan ijma’ (konsensus ulama) yang menyatakan wajibnya puasa Ramadhan (Lihat At Tadzhib, hal. 108 dan Kifayatul Akhyar, hal. 248).
A.    Syarat wajib puasa:
1.      Islam
Orang yang tidak Islam tidak wajib puasa. Ketika di dunia, orang kafir tidak dituntut melakukan puasa karena puasanya tidak sah. Namun di akhirat, ia dihukum karena kemampuan dia mengerjakan ibadah tersebut dengan masuk Islam. (Lihat Al Iqna’, 1: 204 dan 404).
2.      Baligh (cukup umur)
Puasa tidak diwajibkan bagi anak kecil. Sedangkan bagi anak yang sudah tamyiz masih sah puasanya. Selain itu, di bawah tamyiz, tidak sah puasanya. Demikian dijelaskan dalam Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri, 1: 551.
Muhammad Al Khotib berkata, “Diperintahkan puasa bagi anak usia tujuh tahun ketika sudah mampu. Ketika usia sepuluh tahun tidak mampu puasa, maka ia dipukul.” (Al Iqna’, 1: 404).
Yang dimaksud tamyiz adalah bisa mengenal baik dan buruk atau bisa mengenal mana yang manfaat dan mudhorot (bahaya) setelah dikenalkan sebelumnya. Anak yang sudah tamyiz belum dikenai kewajiban syar’i seperti shalat, puasa atau haji. Akan tetapi jika ia melakukannya, ibadah tersebut sah. Bagi orang tua anak ini ketika usia tujuh tahun, ia perintahkan anaknya untuk shalat dan puasa. Jika ia meninggalkan ketika usia sepuluh tahun, maka boleh ditindak dengan dipukul. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 14: 32-33).
3.      Berakal
Orang yang gila, pingsan dan tidak sadarkan diri karena mabuk, maka tidak wajib puasa.
Jika seseorang hilang kesadaran ketika puasa, maka puasanya tidak sah. Namun jika hilang kesadaran lalu sadar di siang hari dan ia dapati waktu siang tersebut walau hanya sekejap, maka puasanya sah. Kecuali jika ia tidak sadarkan diri pada seluruh siang (mulai dari shubuh hingga tenggelam matahari), maka puasanya tidak sah. (Lihat Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri, 1: 551-552).
Mengenai dalil syarat kedua dan ketiga yaitu baligh dan berakal adalah hadits,
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
Pena diangkat dari tiga orang: (1) orang yang tidur sampai ia terbangun, (2) anak kecil sampai ia ihtilam (keluar mani), (3) orang gila sampai ia berakal (sadar dari gilanya).” (HR. Abu Daud no. 4403, An Nasai no. 3432, Tirmidzi no. 1423, Ibnu Majah no. 2041. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
4.      mampu untuk berpuasa
Kemampuan yang dimaksud di sini adalah kemampuan syar’i dan fisik. Yang tidak mampu secara fisik seperti orang yang sakit berat atau berada dalam usia senja atau sakitnya tidak kunjung sembut, maka tidak wajib puasa. Sedangkan yang tidak mampu secara syar’i artinya oleh Islam untuk puasa seperti wanita haidh dan nifas. Lihat Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri, 1: 552, dan Al Iqna’, 1: 404.
B.     Rukun Puasa
1.      Niat Puasa
2.      Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak subuh sampai maghrib
C.    Sunnah Puasa
1.      Menyegerakan berbuka puasa apabila sudah tiba waktunya
2.      Berbuka puasa dengan sesuatu yang manis, seperti kurma dan the manis
3.      Mengakhirkan makan sahur
4.      Memperbanyak sedekah
5.      Memberikan makanan untuk berbuka puasa bagi orang yang berpuasa
6.      Membaca doa saat berbuka
D.    Amalan yang dianjurkan pada bulan ramadhan
1.      Tadarus al-Quran
2.      Salat tarawih
3.      Memperbanyak zikir dan doa
4.      I’tikaf, terutama pada sepuluh hari terakhir ramadhan
5.      Menyebar kebaikan kepada orang lain  (dakwah)
6.      Umrah

E.     Hal-hal yang membatalkan puasa
1.      Makan dan minum dengan sengaja
2.      Muntah dengan sengaja
3.      Keluar darah haid dan nifas
4.      Hilang akal
5.      Murtad
6.      Berniat membatalkan puasa








TINJAUAN PUSTAKA
Mukhtashor Abi Syuja’, Ahmad bin Al Husain Al Ashfahani Asy Syafi’i, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H.
At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib, Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, terbitan Darul Musthofa, cetakan kesebelas, tahun 1428 H.
Al Iqna’ fii Halli Alfazhi Abi Syuja’, Syamsudin Muhammad bin Muhammad Al Khotib, terbitan Al Maktabah At Tauqifiyah.
Kifayatul Akhyar fii Halli Ghoyatil Ikhtishor,  Taqiyuddin Abu Bakr Muhammad bin ‘Abdul Mu’min Al Hishni, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, 1428 H.
Fathul Qorib (Al Qoulul Mukhtar fii Syarh Ghoyatil Ikhtishor), Syamsuddin Muhammad bin Qosim Al Ghozzi, terbitan Maktabah Al Ma’arif, cetakan pertama, 1432 H.
Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri ‘ala Syarh Al ‘Allamah Ibnul Qosim Al Ghozzi ‘ala Matan Abi Syuja’, terbitan Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.
Hadi,Anis Tanwir, Memahami Fikih, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2017
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Wakaf dan Urusan Islamiyah Kuwait.

Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta, di Kamis pagi, 4 Sya’ban 1434 H
Artikel Muslim.Or.Id


soal-soal tematik 3 subtema 2 kelas 1 Sekolah Dasar


1.      Sampai di rumah edi meletakkan sepatu di …
a.      Sembarangan
b.      Rak sepatu
c.       Depan teras
2.      Dari kata siang menjadi  kalimat …
a.      Matahari terlihat siang hari
b.      Adi bangun kesiangan
c.       Petani menyiangi tanaman
3.      Tidur siang bermanfaat untuk menjaga …
a.      Ketenangan rumah
b.      Keselamatan diri
c.       Kesehatan badan
4.      Sebelum pulang murid-murid memberi salam kepada …
a.      Teman-teman
b.      Guru
c.       Teman dan guru
5.      17 = … puluhan + … satuan
a.      10 dan 7
b.      7 dan 1
c.       1 dan 7
6.      Agar tidak lelah setelah pulang sekolah kita harus … siang
7.      Anak yang baik kalau makan sambil …
8.     r – a – s – u – y
jika di susun hurunya akan menjadi kata …



oke teman-teman jika ingin kelanjutannya silahkan coment sebelum itu like and follow ya...

Kesalahan orang tua dalam mendidik anak

tanpa kita sadari, dalam mendidik anak terkadang kita lalai dan lupa  baha sikap buruk anak cerminan dari pola asuh kita sebagai orang tua.

tidak ada orangtua yang sempurna, namun kita bisa berusaha sebaik mungkin . mari kita simak dan renungkan benarkah kesalahan dalam mendidik anak ini telah kita lakukan:

1. jika anak selalu mengganggu anda (orang tua)
    itu karena anda kurang memperhatikannya.
2. jika anak mudah minder
    itu karena anda terlalu banyak menasehatinya dari pada memotivasinya.
3. jika anak kerap kali berbohong
    itu karena anda bersikap berlebihan setiap kali iya berbuat salah.
4. jika anak menjadi pengecut
    itu karena anda buru-buru membantunya setiap kali ia memiliki masalah.
5. jika anada sudah memberi anak segalanya, namun ia masih mengambil barang orang lain.
   mungkin karena anda tidak pernah membiarkannya memilih
6. jika anak mudah iri
   itu karena anda selalu membandingkannya dengan orang lain
7. jika anak mudah marah
    mungkin karena anda jarang memujinya
8. jika anak anda selalu menyimpan rahasia
   itu karena anda terlalu membesar-besarkan setiap permasalahan