Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Melalui Model Pembelajaran Interaktif Mata Pelajaran IPA Kelas V Madrasyah
Ibtidaiyah Negeri 1 Bandung
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatkan mutu pendidikan adalah
menjadi tanggungjawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagi
guru Madrasah Ibtidaiyah (MI), yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan
dasar guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah orang yang paling berperan dalam
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing di jaman
pesatnya perkembangan teknologi. Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) dalam setiap
pembelajaran selalu menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran
yang dapat memudahkan siswa memahami materi yang diajarkannya, namun masih
sering terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang materi pelajaran
yang terlalu banyak dan keluhan kekurangan waktu untuk mengajarkannya semua.
Menurut pengamatan penulis, dalam
pelaksanaan pembelajaran di kelas penggunaan model pembelajaran yang
bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model
konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini mungkin
disebabkan kurangnya penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran yang
ada, padahal penguasaan terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan
untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, dan sangat sesuai dengan
kurikulum berbasis kompetensi.
Kurikulum berbasis KTSP yang mulai
diberlakukan di sekolah dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang
kompeten dan cerdas sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Hal ini hanya dapat tercapai apabila proses pembelajaran yang
berlangsung mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, dan siswa
terlibat langsung dalam pembelajaran IPA. Disamping itu kurikulum berbasis
kompetensi memberi kemudahan kepada guru dalam menyajikan pengalaman belajar,
sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hidup yang mengacu pada empat pilar
pendidikan universal, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know),
belajar dengan melakukan (learning to do), belajar untuk hidup dalam
kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri
(learning to be).
Untuk itu guru perlu meningkatkan
mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan
pembelajaran yang baik dengan
memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan sumber
belajar yang tersedia. Kenyataannya masih banyak ditemui proses pembelajaran
yang kurang berkualitas, tidak efisien dan kurang mempunyai daya tarik, bahkan
cenderung membosankan, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Hal
ini dapat dilihat dari hasil belajar IPA siswa kelas 5 di Madrasah Ibtidaiyah
(MI) N 1 Bandung yang dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel 1 Nilai rapor untuk mata
pelajaran IPA Kelas V Tahun Ajaran 2003/2004 sampai dengan 2008/2009 Madrasah
Ibtidaiyah (MI) 1 Bandung
Tahun Ajaran
|
Nilai Tertinggi
|
Nilai Terendah
|
Nilai Rata-Rata
|
2003/2004
|
6,34
|
3,78
|
5,06
|
2004/2005
|
7,26
|
4,26
|
5,76
|
2005/2006
|
6,82
|
3,96
|
5,39
|
2006/2007
|
7,12
|
4,12
|
5,62
|
2007/2008
|
7,36
|
3,42
|
5,39
|
2008/2009
|
6,92
|
4,08
|
5,00
|
Rendahnya perolehan hasil belajar
mata pelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah (MI)N 1 Bandung menunjukkan adanya
indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran yang berkualitas. Untuk mengetahui mengapa prestasi
siswa tidak seperti yang diharapkan, tentu guru perlu merefleksi diri untuk dapat
mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan siswa dalam pelajaran IPA.
Sebagai guru yang baik dan profesional, permasalahan ini tentu perlu
ditanggulangi dengan segera.
Berdasarkan hal tersebut diatas,
penerapan model pembelajaran interaktif menjadi alternatif untuk dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran IPA. Penelitian ini
dilakukan peneliti yang bertugas sebagai tenaga Widyaiswara dengan
berkolaborasi dengan guru-guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Madrasah Ibtidaiyah
(MI)N 1Bandung. Dengan berlolaborasi ini, diharapkan kemampuan profesional guru
dalam merancang model pembelajaran akan lebih baik lagi dan dapat menerapkan
model pembelajaran yang lebih bervariatif. Disamping itu kolaborasi ini dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam merefleksi diri terhadap kinerja yang telah
dilakukannya, sehingga dapat melakukan perubahan dan perbaikan kualitas
pembelajaran dan mengelola proses pembelajaran yang lebih terpusat pada siswa.
Model pembelajaran interaktif sering
dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini dirancang agar siswa
akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri (Faire
& Cosgrove dalam Harlen, 1992). Meskipun anak-anak mengajukan pertanyaan
dalam kegiatan bebas, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terlalu melebar dan
seringkali kabur sehingga kurang terfokus. Guru perlu mengambil langkah khusus
untuk mengumpulkan, memilah, dan mengubah pertanyaan-pertanyaan tersebut ke
dalam kegiatan khusus. Pembelajaran interaktif merinci langkah-langkah ini dan
menampilkan suatu struktur untuk suatu pelajaran IPA yang melibatkan
pengumpulan dan pertimbangan terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa sebagai
pusatnya (Harlen, 1992:48-50).
Salah satu kebaikan dari model
pembelajaran interaktif adalah bahwa siswa belajar mengajukan pertanyaan,
mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban terhadap
pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan).
Dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikai masalah yang ada adalah
:
- Rendahnya perolehan hasil belajar mata pelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah (MI)N 1 Bandung menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas.
- Model pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya.
C. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
- Bagaimana meningkatkan mutu belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA ?
- Bagaimana meningkatkan motivasi belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA ?
- Bagaimana meningkatkan variasi pembelajaran melalui model pembelajran interaktif pada mata pelajaran IPA?
- Bagaimana hasil belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA?
D. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum tujuan penelitian ini
adalah untuk menerapkan model pembelajaran interaktif pada pelajaran IPA dengan
kerja kelompok, sebagai suatu upaya perbaikan dan peningkatan proses
pembelajaran. Secara khusus tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui peningkatan mutu
belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA
2. Meningkatkan motivasi belajar
siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA
3. Meningkatkan variasi pembelajaran
melalui model pembelajran interaktif pada mata pelajaran IPA
4. Hasil belajar siswa melalui model
pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA
E. MANFAAT PENELITIAN
Bagi siswa pembelajaran interaktif
memberikan pengalaman baru dan diharapkan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan belajarnya. Siswa memiliki kesadaran bahwa proses pembelajaran
adalah dalam rangka mengembangkan potensi dirinya, karena itu keberhasilan
pembelajaran sangat ditentukan oleh siswa. Disamping itu, melalui penelitian
ini siswa terlatih untuk dapat memecahkan masalah dengan pendekatan ilmiah dan
siswa didorong aktif secara fisik, mental, dan emosi dalam pembelajaran.
Bagi guru, penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan profesional, dan pembelajaran interaktif menjadi
alternative pembelajaran IPA untuk meningkatkan prestasi siswa. Memberikan
kesadaran guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang
disesuaikan dengan tujuan, materi, karakteristik siswa, dan kondisi
pembelajaran. Guru mempunyai kemampuan dalam merancang model pembelajaran
interaktif yang merupakan hal baru bagi guru, dan menerapkannya dalam
pembelajaran IPA.
Dengan penelitian ini, kemampuan
guru mengaktifkan siswa dan memusatkan pembelajaran pada pengembangan potensi
diri siswa juga meningkat, sehingga pembelajaran lebih menarik, bermakna,
menyenangkan, dan mempunyai daya tarik. Disamping itu penelitian ini dapat
memperkaya pengalaman guru dalam melakukan perbaikan dan meningkatkan kualitas
pembelajaran dengan refleksi diri atas kinerjanya melalui PTK.
Bagi kepala sekolah penelitian ini
dapat dijadikan masukan untuk kebijakan dalam upaya meningkatkan proses belajar
mengajar (PBM) dan meningkatkan prestasi belajar siswa serta perlunya kerjasama
yang baik antar guru dan antara guru dengan kepala sekolah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN BELAJAR
Belajar merupakan salah satu bentuk
perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Belajar membantu
manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan adanya proses
belajar inilah manusia bertahan hidup (survived). Belajar secara sederhana
dikatakan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, tejadi
dalam jangka waktu waktu tertentu. Perubahan yang itu harus secara relative bersifat
menetap (permanent) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak
(immediate behavior) tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi di masa
mendatang (potential behavior). Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa
perubahan-perubahan tersebut terjadi karena pengalaman. Perubahan yang terjadi
karena pengalaman ini membedakan dengan perubahan-perubahan lain yang
disebabkan oleh kemasakan (kematangan).
B. MOTIVASI BELAJAR
Telah banyak penelitian yang
berkaitan dengan karakteristik kepribadian dan performasi calon guru dilakukan.
Namun bukti yang berkaitan dengan sifat hubungan ini masih belum jelas. Para
ahli psikologi yang tertarik dengan penelitian karakteristik kepribadian,
motivasi, dan prilaku manusia, percaya bahwa motivasi memberikan ragam dalam
intensitas prilaku manusia, serta arah terhadap prilaku tersebut.
Kebutuhan penelitian yang
berhubungan dengan motivasi dalam dunia pendidikan guru telah diidentifikasi
oleh Turner sejak tahun1975 yang menyatakan bahwa:
Studies ... probe more deeply into
the motivational basis ... [of student teachers] are needed. An efficient
professional training system is one which invest substantial fund in the
training ... [of] ... the least ... motivated candidates. A more efficient
system would devote more intense and systematic training of the most talented
and well motivated aspirants (hal.108-109).
Pentingnya kebutuhan tersebut juga
telah dibahas oleh Howson (1976) dalam laporan The Bicentennial Commission on Education
for the Profession of Teaching, yang
menyatakan bahwa "society now demands a new breed
of teachers – a well prepared, high motivated
professional".
Teori motivasi Maslow (1954)
menyatakan bahwa:
An
attempt to formulate a positive theory
of motivation which will satisfy theoretical
demands [while] confirming to known facts (about
human behavior), clinical and observational, as
well as experimental .
Teori yang digambarkan oleh Maslow
tersebut memfokuskan pada 5 tingkatan kebutuhan (needs). Kebutuhan tersebut
menggambarkan suatu kekuatan di belakang prilaku manusia; dan tingkat kebutuhan
seseorang akan berbeda tergantung kepada individu masing-masing yang memerlukan
kebutuhan itu. Kelima kebutuhan yang diungkapkan oleh Maslow tersebut adalah
kebutuhan dasar (fisiologis), rasa aman (emosional), rasa memiliki (sosial),
status-ego (personal), dan aktualisasi diri (personality). Menurut Maslow,
suatu kebutuhan hanya dapat dipuaskan bila kebutuhan yang pada tingkatan yang
lebih rendah telah terpenuhi, yang diatur dalam suatu hirarki yang disebut
prepotensi. Misalnya, seseorang tak akan berhasil memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri (pengembangan diri) bila taraf pertama yang paling
fundamental, yakni kebutuhan fisiologis (seperti makanan, minuman, dan sandang)
tidak terpenuhi. Kebutuhan tersebut harus dapat dicapai agar
kebutuhan-kebutuhan individu lainnya dapat dipuaskan, dan dimulai dari
kebutuhan dasar (fisiologis).
Teori Maslow telah banyak digunakan
secara luas dalam dunia industri untuk menunjukkan adanya hubungan antara
pekerja dengan performansi kerja (Robert, 1972). Wamer (1978) juga telah
melakukan penelitian tentang hubungan antara mahasiswa calon guru dalam
hubungannya dengan praktek mengajar. Hasil penelitian Wamer menunjukkan bahwa
ada hubungan yang logis antara hirarki kebutuhan Maslow, sikap kependidikan,
dan konsep diri mahasiswa.
Para ahli psikologi menyatakan
tentang adanya dua variabel sikap, yaitu: (a) sikap terhadap mengajar (Young,
1973), dan (b) konsep diri (Le Benne dan Gresene, 1965) yang secara erat dapat
disatukan dengan motivasi; dengan asumsi bahwa variabel sikap bukan hanya
memiliki kualitas motivasi yang dapat tumbuh dan mengatur prilaku, tetapi juga
memberikan arah terhadap prilaku individu.
Aspek motivasi dari sikap dinyatakan
oleh Young (1973):
As primary motives (attitudes)
arouse behavior; they sustain or terminate
an activity and progress, they regulate and
organize behavior ... and they lead to
the acquisition of motives, stable dispositions
to act.
Pernyataan tersebut menggambarkan
bagaimana sikap dapat membangkitkan, mengatur dan mengorganisasikan prilaku
individu terhadap sekumpulan objek. Walau pun hubungan antara sikap dan prilaku
tidak secara mudah dapat diidentifikasi, namun fungsi sikap dapat masuk dan
menentukan prilaku manusia. Menurut Peak (1955), sikap memiliki "the
effect emphasizing objects ... with the
result that their probability of activation and
of choice and selection is increased".
Dengan kata lain, sikap dapat mengatur apakah seseorang dapat menerima atau
menolak terhadap rangsangan suatu objek, misalnya perasaan suka dan tidak suka,
menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kesimpulannya, sikap terhadap suatu objek
dapat mempengaruhi pilihan seseorang terhadap objek tersebut, dan oleh karena
itu dapat menentukan arah yang akan diambil oleh individu yang bersangkutan.
C. MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF
Secara khusus, istilah model
diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan suatu kegiatn. Sunarwan (1991) dalam Sobry Sutikno (2004 :15)
mengartikan model merupakan gambaran tentang keadaan nyata. Model pembelajaran
atau model mengajar sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam
mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada mengajar di kelas dalam
setting pengajaran. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas belajar mengajar.
Model pembelajaran interaktif sering
dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini dirancang agar siswa
akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri (Faire
& Cosgrove dalam Harlen, 1992). Meskipun anak-anak mengajukan pertanyaan
dalam kegiatan bebas, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terlalu melebar dan
seringkali kabur sehingga kurang terfokus. Guru perlu mengambil langkah khusus
untuk mengumpulkan, memilah, dan mengubah pertanyaan-pertanyaan tersebut ke
dalam kegiatan khusus. Pembelajaran interaktif merinci langkah-langkah ini dan
menampilkan suatu struktur untuk suatu pelajaran IPA yang melibatkan
pengumpulan dan pertimbangan terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa sebagai pusatnya
(Harlen, 1992:48-50).
Model pembelajaran interaktif
memiliki lima langkah. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Interaktif
diawali dengan (1) persiapan, sebelum pembelajaran dimulai guru menugaskan
siswa untuk membawa hewan peliharaannya dan mempersiapkan diri untuk
menceritakan tentang hewan peliharaannya masing-masing. (2) kegiatan
penjelajahan, pada saat pembelajaran di kelas siswa lain boleh mengamati
hewan-hewan peliharaan teman-temannya dari dekat (meraba, mengelus,
menggendong) dan mereka boleh mengajukan pertanyaan. (3) pertanyaan siswa
diarahkan guru sekitar proses pemeliharaannya. (4) penyelidikan, guru dan siswa
memilih pertanyaan untuk dieksplorasi lebih jauh. Misalnya siswa diminta
mengamati keadaan hewan-hewan yang tidak dipelihara, seperti dari mana mereka
memperoleh makanannya, dimana mereka tidur, punya nama atau tidak, bagaimana
kebersihannya. (5) refleksi, pada pertemuan berikutnya di kelas dibahas hasil
penyelidikan mereka, dilakukan pembandingan antara hewan peliharaan dengan hewan
liar untuk memantapkan hal-hal yang sudah jelas dan memisahkan hal-hal yang
masih perlu diselidiki lebih jauh. Pada akhir kegiatan guru dapat memberikan
tugas kepada siswa untuk mengamati benda-benda di sekitar siswa untuk mengamati
benda-benda di sekitar mereka seperti buku dan tas sekolahnya.
Salah satu kebaikan dari model
pembelajaran interaktif adalah bahwa siswa belajar mengajukan pertanyaan,
mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban terhadap
pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan).
Dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar.
D. KREATIVITAS
Dewasa ini istilah kreativitas atau
daya cipta sering digunakan dalam kegiatan manusia sehari-hari, sering pula
ditekankan pentingnya pengembangan kreativitas baik pada anak didik, pegawai
negeri maupun pada mereka yang berwiraswasta. Kreativitas biasanya diartikan
sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru. Ciptaan itu tidak perlu
seluruh produknya harus baru, mungkin saja gabungannya, kombinasinya, sedangkan
unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya, kombinasi baru, atau melihat
hubungan-hubungan baru antara unsur, data, atau hal-hal yang sudah ada
sebelumnya.
Kreativitas terletak pada kemampuan
untuk melihat asosiasi antara hal-hal atau obyek-obyek yang sebelumnya tidak
ada atau tidak tampak hubungannya. Seorang anak kecil asyik bermain dengan
balok-balok yang mempunyai bentuk dan warna yang bermacam-macam, setiap kali
dapat menyusun sesuatu yang baru, artinya baru bagi dirinya karena sebelumnya
ia belum pernah membuat hal yang semacam itu. Anak ini adalah anak yang
kreatif, berbeda dengan anak lain yang hanya membangun sesuatu jika ada
contohnya.
Mengembangkan kreativitas dalam
pembelajaran, Gordon dalam Joice and Weill (1996) dalam E. Mulyana (2005 : 163)
mengemukakan empat prinsip dasar sinektik tentang kraetivitas. Pertama,
kreativitas merupakan sesuatu yang penting dalam kegiatan sehari-hari. Hampir
semua manusia berhubungan dengan proses kreativitas, yang dikembangkan melalui
seni atau penemuan-penemuan baru. Lebih jauh Gordon menekankan bahwa
kreativitas merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari dan berlangsung
sepanjang hayat. Kedua, proses kreatif bukanlah sesuatu yang misterius. Hal
tersebut dapat diekspresikan dan mungkin membantu orang secara langsung untuk
meningkatkan kreativitasnya. Secara tradisional, kreativitas didorong pleh
kesadaran yang memberi petunjuk untuk mendeskripsikan dan menciptakan prosedur
latihan yang dapat diterapkan di sekolah atau lingkungan lain. Ketiga, penemuan
kreatif sama dalam semua bidang, baik dalam bidang seni, ilmu, maupun dalam
rekayasa. Selain itu, penemuan kreatif ditandai oleh beberapa proses
intelektual. Keempat, berpikir kraetif baik secara individu maupun kelompok adalah
sama. Individu dan kelompok menurunkan ide-ide dan produk dalam berbagai hal.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. SETTING PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di kelas
lima Madrasah Ibtidaiyah (MIN) 1 Bandung pada Tahun Ajaran 2010/2011.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
yang dilaksanakan dengan mengikuti prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip
Kemmis S, MC Taggar R (1988) yang mencakup kegiatan perencanaan (planning),
tindakan (action), observasi (observation), refleksi (reflection) atau
evaluasi. Keempat kegiatan ini berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus.
Penelitian ini dilakukan dengan cara berkolaborasi antara widyaiswara dengan
guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) N 1 Bandung.
B. TINDAKAN DAN LANGKAHNYA
Penelitian Tindakan Kelas ini
terdiri atas tiga siklus kegiatan, dan satu siklus kegiatan terdiri dari dua
kali pertemuan sebagai berikut.
SIKLUS 1
Tahap Perencanaan (Planning)
1. Mengidentifikasi masalah
2. Menganalisis dan merumuskan
masalah
3. Merancang model Pembelajaran
interaktif
4. Mendiskusikan penerapan model
pembelajaran interaktif
5. Menyiapkan instrumen (angket,
pedoman observasi, tes akhir)
6. Menyusun kelompok belajar siswa
7. Merencanakan tugas kelompok
Tahap Melakukan Tindakan (Action)
1. Melaksanakan langkah-langkah
tindakan sesuai dengan yang sudah direncanakan
2. Menerapkan model pembelajaran
interaktif (anak diusahakan untuk bertanya dan menemukan jawabannya)
3. Melakukan pengamatan terhadap
setiap langkah-langkah kegiatan sesuai rencana
4. Memperhatikan alokasi waktu yang
ada dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan
5. Mengantisipasi dengan melakukan
solusi apabila menemui kendala saat melakukan tahap tindakan
Tahap Mengamati (observasi)
1. Melakukan diskusi dengan guru
Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan kepala Sekolah untuk rencana observasi
2. Melakukan pengamatan terhadap
penerapan model pembelajaran interaktif yang dilakukan guru kelas lima
3. Mencatat setiap kegiatan dan
perubahan yang terjadi saat penerapan model pembelajaran interaktif
4. Melakukan diskusi dengan guru
untuk membahas tentang kelamahan-kelemahan atau kekurangan yang dilakukan guru
serta memberikan saran perbaikan untuk pembelajaran berikutnya
Tahap refleksi (Reflection)
1. Menganalisis temuan saat
melakukan observasi pelaksanaan observasi
2. Menganalisis kelemahan dan
keberhasilan guru saat menerapkan model pembelajaran interaktif dengan kerja
kelompok dan mempertimbangkan langkah selanjutnya
3. Melakukan refleksi terhadap
penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok
4. Melakukan refleksi terhada
kreativitas siswa dalam pembelajaran IPA
5. Melakukan refleksi terhadap hasil
belajar siswa
SIKLUS II
Tahap Refleksi/Siklus II meliputi
Tahap Perencanaan (Planning)
1. Hasil refleksi dievaluasi,
didiskusikan, dan mencari upaya perbaikan untuk diterapkan pada pembelajaran
berikutnya
2. Mendata masalah dan kendala yang
dihadapi saat pembelajaran
3. Merancang perbaikan II
berdasarkan refleksi siklus I
Tahap Melakukan Tindakan (Action)
1. Melakukan analisis pemecahan
masalah
2. Melaksanakan tindakan perbaikan
II dengan memaksimalkan penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja
kelompok
Tahap Mengamati (observation)
1. Melakukan pengamatan terhadap
penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok
2. Mencatat perubahan yang terjadi
3.Melakukan diskusi membahas masalah
yang dihadapi saat pembelajaran dan memberikan balikan
Tahap Refleksi (Reflection)
1. Merefleksi proses pebelajaran
interakti dengan kerja kelompok
2. Merfleksi hasil belajar siswa
dengan penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok
3. Menganalisis temuan dan hasil
akhir penelitian
4. Rekomendasi
C. METODE DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN
DATA
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data yang dilakukan
dengan teknik observasi, wawancara, dan documenter. Teknik observasi digunakan
untuk menggali berbagai kejadian, peristiwa, keadaan, tindakan yang berkaitan dengan
system yang berlangsung pada proses pembelajaran di kelas. Jadi observasi
dipakai untuk menggali data yang terlihat, terdengar, atau terasakan dimana
kesemuanya dipandang sebagai suatu hamparan kenyataan (Stuart, 1977) yang
mungkin saja diangkat sebagai aspek penting terkait dengan system pembelajaran
di sekolah.
Teknik wawancara mendalam (in depth
interview) digunakan untuk menggali apa yang ada di dalam proses pembelajarnnya
baik bagi guru maupun bagi siswa. Sedangkan documenter digunakan untuk menggali
data yang bersifat dokumen.
D. METODE ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang akan
digunakan dalam penelitian ini dua tahap. Tahap pertama untuk data kuantitatif
dianalisis dengan statistic deskriptif selanjutnya dimaknai dengan analisis
kualiatif.
Ketika pengumpulan data berlangsung,
peneltian akan dengan sendirinya terlibat melakukan perbandingan-perbandingan
dalam rangka memperkaya data bagi tujuan konseptual, kategori dan teorisasi.
Reduksi data dilakukan untuk memastikan data terkumpul dengan selengkap mungkin
untuk kemudian dipilah-pilahkan ke dalam suatu konsep tertentu, kategori
tertentu, atau tema tertentu (Muhajir, 1989).
Kategori yang peneliti maksud adalah
skala yang digunakan untuk dapat memasukkan data sehingga data tersebut dapat
dianalisis untuk memudahkan dalam data kuantitatif. Indikator yang dimaksud
adalah seperti contoh berikut ini :
- Sangat Baik -------à Nilainya 5
- Baik --------à Nilainya 4
- Cukup --------à Nilainya 3
- Kurang --------à Nilainya 2
- Sangat Kurang --------à Nilainya 1
Setelah mendapatkan data dan
dianalisis maka data tersebut bisa dibaca secara deskriptif untuk memudahkan
dalam membaca laporan hasil penelitian tindakan kelas. Pada saat melakukan
penelitian siklus yang digunakan adalah dua siklus dalam dua kali pertemuan
untuk melaksanakan penelitian ini.
E. INDIKATOR KEBERHASILAN
Dari tahap kegiatan pada siklus I
dan II, hasil yang diharapkan adalah
1) Siswa memiliki kemampuan dan
kreativitas serta selalu aktif terlibat dalam proses pembelajaran IPA sebanyak
≥ 80 %.
2) Terjadi peningkatan prestasi
siswa pada mata pelajaran IPA ≥ 70 %.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. (1994). Pendekatan
Dalam Proses Belajar Mengajar. Remaja RoMadrasah Ibtidaiyah (MI)akarya.
Bandung.
Gagne, R.M (1985). The Conditions
of Learning Theory of instruction (4th Edition). New York : Holt, Rinehart
and Winston.
Hasibuan, J.J, Mudjiono (1988), Proses
Belajar Mengajar. CV. Remaja Karya. Bandung.
Hendro Darmodjo, Kaligis, J R E.
(1991/1992). Pendidikan IPA II, Hal 7-11 Depdikbud Dirjen Dikti, Proyek Pembinaan
Tenaga Kependidikan
Hernawaty Damanik. (2004). Penerapan
Model Pembelajaran Social Science Inquiry Dalam Mata Pelajaran Sosiologi Dengan
Kerja Kelompok. FKIP- Universitas Terbuka.
Irwanto, dkk (1991). Psikologi
Umum Buku Panduan Mahasiswa. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kemmis, S. dan MC. Toggart.R.
(Ed.1988). The Action Resesarch Planner. Deakin. Deakin
University: Australia
Lemlit-UT, (2003). Jurnal
Pendidikan Volume 4, nomor 2. Pusat Studi Lembaga Penelitian Universitas
Terbuka.
Muhadjir, Noeng ( 1989). Metodologi
Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin.
Mulyasa, E (2005). Menjadi Guru
Profesional : Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Remaja
RoMadrasah Ibtidaiyah (MI)akarya. Bandung.
Poedjiadi, A. (1990). Pendidikan
Sains dan Teknologi di Masa yang akan datang.Disampaikan pada Seminar
Puskur Balitbang Dikbud, Jakarta.
Poedjiadi, A. (1993). Mewujudkan
literasi Sains dan Teknologi Melalui Pendidikan, hal 4-6. Disampaikan pada
seminar FPMIPA IKIP-Bandung.
Schegel, Stuart S. (1977). Grounded
Research di dalam ilmu-ilmu Sosial, Banda Aceh: PLPIIS
Slavin, RE.(1994). Educational
Psychology : Theory and Practice. Masschusetts: Allyn and Bacon Publisher.
Sobry Sutikno, (2004). Model
Pembelajaran Interaksi Sosial, Pembelajaran Efektif dan Retorika. NTP
Press. Mataram
Slavin, RE.(1994). Educational
Psychology : Theory Research and Practice. Second Edition. Boston: Allyn
and Bacon.
Sutarno, N. (2004). Materi Dan
Pembelajaran IPA MADRASAH IBTIDAIYAH (MI). Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.